Va’ dove ti porta il cuore
(Pergilah ke Mana Hati Membawamu)
Dan kelak, di saat begitu banyak jalan
Terbentang di hadapanmu
Dan kau tak tahu jalan mana yang harus
Kau ambil, janganlah memilinya dengan
Asal saja, tetapi duduklah dan
Tunggulah sesaat. Tariklah nafas
Dalam-dalam, dengan penuh kepercayaan,
Seperti saat kau bernafas di hari pertamamu di dunia ini.
Jangan biarkan apa pun mengalihkan
Perhatianmu, tunggulah dan tunggulah
Lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetap hening,
Dan dengarkanlah hatimu.
Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah,
Dan pergilah ke mana hati membawamu…
Ada yang tidak berubah dalam kehidupan seorang perempuan sejak dulu.
Penghayatan atas kehidupan dan cinta, pengetahuan masa lalu, dan pemahaman diri sendiri.
Semua ini akan membuat kehidupan perempuan sarat makna.
Itulah cuplikan sekilas mengenai sebuah buku fiksi yang baru ku baca. Ketika mengawali membaca buku ini banyak alur yang tidak kupahami karena alur yang digunakan adalah alur maju mundur seperti yang dituturkan pada kata pengantar. Banyak gaya bahasa yang tak kumengerti. Namun semakin jauh aku membaca semakin ku mengetahui arah dari awal cerita itu bergerak ke mana. Sungguh pada awalnya aku males-malesan buat membaca buku tersebut karena sepertinya harus mempunyai waktu khusus untuk mencerna perjalanan yang ingin dikemukakan penulisnya. Namun semakin lama aku semakin penasaran ke mana tujuan akhir yang dikisahkan pada buku tersebut. Rasanya puas menaklukan suatu buku yang “kebetulan” tersentuh oleh jemariku yang digerakkan oleh hati pada sebuah pameran.
Sebuah karya sastra Italia yang tak sengaja ku baca ini benar-benar membuatku seperti hidup di dalamnya. Novel yang bener-bener “perempuan” banget… Mengupas jiwa perempuan secara jujur, intim, terbuka, dan apa adanya. Dari sisi ketakutan yang ada pada dalam jiwa perempuan hingga kekuatan yang membuat perempuan mampu bertahan di antara berbagai pilihan hidup. Bukan hanya karena sekedar kebanyakan tokoh yang dikupas kehidupannya adalah perempuan tapi juga karena nuansanya yang begitu “dalam” yang mengisyaratkan aura kehidupan perempuan yang begitu mendalam dan luas.
Karena jiwa perempuan di dalam buku ini dikupas dari berbagai sisi, sehingga aku merasa mendapat pembelajaran yang berharga dari sebuah cerita fiksi. Jadi, bagiku banyak hal yang bisa kupelajari dari sini…… Tapi aku juga takut tidak bisa mengamalkannya.
Di sini dikatakan bahwa bila kita ingin menilai orang lain, maka sebaiknya kita memakai terlebih dahulu “sepatunya” dalam 3 bulan. If you want to judge him, you must stand up on his shoes. Itu semua agar kita memahami motivasi, perasaan, serta apa yang menggerakkan seseorang melakukan sesuatu bukan yang lainnya.
Sebelumnya aku pun pernah membaca kata-kata yang kurang lebih seperti itu pada buku yang lain. Mungkin ini yang membuatku tak bisa untuk amat sangat membenci seseorang tanpa alasan yang rasional dalam kurun waktu yang lama. Padahal mungkin sifat ini bisa akan jadi bumerang buatku.
Kembali ke buku ini, aku merasakan buku ini punya jiwa meski bukan makhluk hidup. Karena adanya sisipan gagasan filsafat yang begitu indah sehingga tidak dapat dipisahkan dari isi ceritanya itu sendiri. Memberikan sentuhan yang membuat buku ini lebih dari sekedar cerita fiksi yang “kosong”.
Ah… Andai aku bisa menulis sebuah cerita, mungkinkah bisa seindah apa yang kubaca ini? Sayang aku sendiri masih belum mampu untuk menulis sebuah cerita dari sebuah serpihan hidup…
3 comments:
Buku yang baru aja kamu baca kayaknya berbobot banget...
Buku terakhir yang aku baca judulnya 'Bone', novel grafis. Gak berbobot sama sekali. Dan ditujukan untuk anak-anak kecil, bukan untuk mahasiswa. Beginilah seorang imbisil membaca buku...
itu lho buku yg beli pas pameran yg ktmu mas jarot...
tp bru bner2 kebaca pas liburan ini..
itu buku yg 24 kepribadian billy...
khan isiny malah hrs dibaca dgn penuh perhatian... ya khan? ;)
luuuummm.. mau pinjem.. hehe
Post a Comment